Perkembangan e-Commerce kini dinilai cukup cepat dan masif. Ditambah dengan kondisi yang masih melawan pandemic menjadikan semua orang lebih suka berbelanja online karena kemudahan dan kepraktisannya, serta tanpa harus ketemu ataupun pergi kesuatu tempat untuk menghindari berkumpul dengan banyak orang. Anda dapat berbelanja sesuka hati hanya dengan menggunakan smartphone di rumah saja dan kapan saja tanpa repot. Dan barang yang kalian beli pun bisa dari yang domestik bahkan sampai luar negeri. Dan tidak hanya barang belanja domestik yang dikenakan pajak. Akan tetapi, barang yang berasal dari luar negeri juga tidak luput dikenakan pajak belanja online luar negeri.
Sejak 2020, Impor via E-commerce Mulai 42.000 Dikenai Pajak
Nilai minimal ini setara dengan Rp 42.000 (kurs Rp 14.000). Nilai yang cukup drastis dibandingkan dengan ambang batas sebelumnya yaitu sebesar USD 75. Sementara untuk pajak impor diberlakukan normal atau tidak ada ambang batas. Hal ini berarti, apabila Anda membeli produk dari luar negeri dengan nilai di atas USD 3 dari e-commerce, akan dikenai bea masuk dan pajak impor. Aturan tersebut berlaku untuk seluruh wilayah di Indonesia. Namun demikian untuk wilayah Batam yang merupakan wilayah perdagangan bebas, barang yang masuk ke negara tersebut masih tidak dibebani bea impor. Bea impor baru dikenakan untuk barang-barang yang dikirim keluar dari Batam ke wilayah Indonesia lainnya.
Rasionalisasi Tarif Bea Masuk dan Pajak Impor
Berkenaan dengan penurunan nilai de minimis di atas, pemerintah juga melakukan rasionalisasi besaran tarif. Apabila sebelumnya, besaran tarif yang dikenakan untuk produk impor di atas USD 75 adalah sebesar 27,5% hingga 37,5%, dengan rincian bea masuk sebesar 7,5%, Pajak Penghasilan (PPN) sebesar 10%, dan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 10% untuk yang memiliki NPWP dan 20% yang tak memiliki NPWP. Saat ini, besaran tarif yang berlaku adalah sebesar 17,5%. Besaran tarif sebesar 17,5% merupakan total dari bea masuk sebesar 7,5%, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% dan Pajak Penghasilan (PPh) 0%. Dikecualikan dari tarif impor di atas adalah untuk produk tekstil, tas, dan sepatu. Untuk produk-produk tersebut diterapkan tarif yang berbeda, yaitu Bea Masuk sebesar 15-20% untuk tas, 25 -30% untuk sepatu dan 15-20% untuk produk tekstil. Sementara PPN sebesar 10% dan PPh 7,5-10% persen.
Cara Menghitung Bea Masuk dan Pajak Impor
Berikut adalah contoh metode perhitungan bea masuk dan pajak impor sesuai besaran tarif impor baru.
Setelah disesuaikan dengan nilai tukar sesuai ketentuan yang berlaku, diketahui keseluruhan harga barang yang diimpor adalah Rp 350.00,00. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Harga Barang : Rp 350.000,00
Bea Masuk : 7,5% + Harga Barang
: Rp 26.250,00 dibulatkan menjadi Rp 27.000,00
PPN : 10% + (Harga Barang + Bea Masuk)
: 10% + (Rp 350.000,00 + Rp 23.000,00)
: 10% + Rp 373.000,00
: Rp 37.300,00 atau dibulatkan menjadi Rp 38.000,00.
PPh : Rp 0,00
Harga Barang Setelah Bea dan Pajak Impor
: Rp 350.00,00 + Rp 27.000,00 + Rp 38.000,00 = Rp 415.000,00.
Dampak Aturan Pajak bagi UKM
Penurunan ambang batas dan rasionalisasi tarif di atas, dimaksudkan untuk melindungi industri UMKM dalam negeri dari gempuran produk luar negeri yang masuk ke Indonesia melalui jalur e-commerce. Walaupun hal ini pun menjadi pro kontra karena banyak UMKM yang membutuhkan bahan baku yang selama ini diadakan dari proses impor. Hal ini juga menimbulkan konsekuensi bagi UMKM yang melakukan impor dalam skala kecil, yang sebelumnya tidak dikenai bea masuk, untuk beradaptasi dengan administrasi bea masuk dan pajak impor yang terbaru.
Mengapa bea dan pajak impor Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia?
Bea dan pajak impor di Indonesia dikenal sebagai salah satu yang tertinggi di dunia, dan ini menjadi perhatian utama bagi banyak pelaku bisnis internasional dan konsumen dalam negeri. Struktur pajak yang ketat ini merupakan bagian dari kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk melindungi industri lokal, mengendalikan defisit perdagangan, dan menjaga stabilitas ekonomi. Namun, di sisi lain, tingginya pajak dan bea impor ini sering kali dianggap sebagai penghalang bagi pengembangan pasar global di Indonesia dan berpengaruh pada daya beli masyarakat.
Pasar Indonesia yang besar dengan lebih dari 270 juta penduduk sebenarnya menawarkan peluang yang sangat besar bagi perusahaan asing. Negara ini adalah salah satu ekonomi terbesar di Asia Tenggara, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar USD 1 triliun pada 2023. Dengan populasi yang terus tumbuh dan kelas menengah yang semakin meningkat, permintaan akan produk impor seperti barang-barang konsumsi, elektronik, fashion, hingga makanan semakin tinggi. Namun, kebijakan bea dan pajak impor yang tinggi membuat harga produk impor menjadi jauh lebih mahal di pasar lokal, sehingga mengurangi aksesibilitasnya bagi banyak konsumen.
Menurut data yang ada, pajak impor di Indonesia bisa mencapai hingga 40% dari nilai barang, tergantung pada jenis produknya. Sebagai contoh, barang elektronik seperti smartphone atau komputer bisa dikenai bea masuk 10%, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11%, dan Pajak Penghasilan (PPh) 7,5%, yang secara kumulatif menjadikan harga produk tersebut jauh lebih mahal dibandingkan harga aslinya. Tren ini tidak hanya berdampak pada konsumen, tetapi juga perusahaan-perusahaan internasional yang ingin memasuki pasar Indonesia, karena mereka harus mempertimbangkan harga akhir yang tinggi yang harus dibayar oleh konsumen lokal.
Pemerintah Indonesia telah lama mempertahankan bea impor yang tinggi untuk melindungi industri lokal dari kompetisi yang tidak seimbang dengan produk impor. Sebagai negara yang memiliki basis manufaktur yang berkembang, pemerintah berusaha untuk mengurangi ketergantungan pada produk impor dan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri. Namun, kebijakan ini sering kali berimbas pada produk-produk yang tidak diproduksi secara efisien di dalam negeri, seperti barang teknologi tinggi, suplemen kesehatan, atau produk fashion kelas atas. Produk-produk ini, yang sering kali harus diimpor karena tidak tersedia atau diproduksi dalam jumlah terbatas di Indonesia, terkena dampak langsung dari tingginya tarif pajak.
Di era globalisasi dan e-commerce, tren belanja lintas negara menjadi semakin populer di Indonesia. Platform seperti Amazon, eBay, dan berbagai marketplace dari negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia menawarkan berbagai macam produk yang tidak mudah ditemukan di Indonesia. Namun, konsumen sering kali terkejut dengan biaya tambahan yang harus mereka bayarkan ketika barang impor tiba di pintu mereka, akibat dari bea dan pajak impor yang tinggi. Hal ini membuat pengalaman belanja global menjadi lebih mahal dan kurang menarik, terutama bagi konsumen kelas menengah yang jumlahnya terus tumbuh.
Dari perspektif ekonomi global, Indonesia adalah salah satu pasar yang penting bagi banyak perusahaan internasional. Dengan populasi besar dan daya beli yang meningkat, Indonesia menjadi target pasar strategis bagi berbagai industri, mulai dari otomotif, teknologi, hingga fashion. Namun, bea impor yang tinggi sering kali menjadi penghalang utama bagi perusahaan-perusahaan tersebut untuk memperluas jangkauan mereka di Indonesia. Dalam beberapa kasus, perusahaan memilih untuk memproduksi barang mereka di negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Vietnam atau Thailand, di mana tarif impor lebih rendah dan biaya produksi lebih kompetitif, dan kemudian mengimpor barang tersebut ke Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada banyak desakan dari pelaku bisnis dan asosiasi perdagangan internasional agar Indonesia meninjau kembali kebijakan pajak impornya. Mereka berargumen bahwa dengan menurunkan bea impor, Indonesia dapat menarik lebih banyak investasi asing dan mendorong pertumbuhan sektor konsumsi. Namun, pemerintah menghadapi dilema antara menjaga pertumbuhan industri dalam negeri dan mengakomodasi permintaan pasar untuk produk impor yang lebih terjangkau. Tren ini juga berkaitan erat dengan isu defisit perdagangan, di mana pemerintah Indonesia terus berusaha untuk mengurangi ketergantungan pada barang impor dan meningkatkan ekspor.
Salah satu sektor yang sangat terkena dampak dari bea impor yang tinggi adalah sektor otomotif. Meskipun Indonesia memiliki industri otomotif yang berkembang, banyak konsumen yang tetap lebih memilih kendaraan impor karena kualitas dan reputasinya. Namun, dengan bea impor yang bisa mencapai 125% untuk mobil mewah, harga kendaraan impor menjadi sangat mahal, membatasi pasar hanya bagi konsumen kelas atas. Produk seperti fashion, barang elektronik, hingga produk kesehatan juga terkena dampak serupa, dengan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura atau Malaysia.
Produk yang sedang tren di pasar global, seperti gadget terbaru dari Apple, pakaian dari brand mewah seperti Louis Vuitton, atau suplemen kesehatan dari merek seperti Nature’s Way, sering kali dibeli melalui jasa titip (jastip) oleh konsumen Indonesia. Jastip ini menjadi populer karena konsumen bisa mendapatkan produk-produk tersebut dengan harga yang sedikit lebih murah, meskipun tetap terkena bea impor ketika masuk ke Indonesia. Namun, dengan tren ini, banyak konsumen yang mencoba menghindari bea impor dengan memanfaatkan loopholes seperti mengklaim barang tersebut sebagai barang pribadi, meskipun ini bertentangan dengan regulasi.
Meskipun ada banyak tantangan yang dihadapi konsumen dan perusahaan dalam menghadapi bea dan pajak impor yang tinggi di Indonesia, ada beberapa upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampaknya. Pemerintah, misalnya, telah memperkenalkan kebijakan nilai de minimis, di mana barang-barang dengan nilai di bawah USD 3 dibebaskan dari bea impor. Namun, nilai ini relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, di mana batas de minimis bisa mencapai USD 800. Kebijakan ini membantu meringankan beban bagi konsumen yang membeli barang-barang kecil dari luar negeri, tetapi tidak cukup signifikan untuk produk-produk bernilai tinggi.
Dalam beberapa tahun ke depan, kebijakan bea dan pajak impor di Indonesia kemungkinan besar akan terus menjadi topik perdebatan, terutama dengan semakin berkembangnya e-commerce lintas negara dan meningkatnya permintaan konsumen untuk produk-produk global. Apakah pemerintah akan memilih untuk mempertahankan kebijakan perlindungan yang ketat atau mulai mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel, akan sangat menentukan arah pertumbuhan pasar konsumsi di Indonesia dan daya saingnya di pasar global.
Bagaimana produk luar negri dapat menjadi lebih murah di bandingkan dengan produk Indonesia jika ppajak impor yang tinggi tidak dimasukkan dalam harga barang?
Produk luar negeri sering kali dianggap lebih murah dibandingkan dengan produk dalam negeri, meskipun ada pajak impor yang tinggi. Jika faktor pajak impor tidak dimasukkan dalam perhitungan harga barang, produk luar negeri dapat menjadi lebih kompetitif di pasar Indonesia. Ada beberapa alasan mengapa produk luar negeri bisa memiliki harga yang lebih rendah tanpa pengaruh pajak impor, dan hal ini melibatkan faktor seperti skala ekonomi, biaya produksi, efisiensi rantai pasokan, serta daya saing di pasar internasional.
Salah satu alasan utama produk luar negeri dapat dijual lebih murah adalah skala ekonomi. Perusahaan besar di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Cina, atau Jerman memiliki kapasitas produksi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan produsen lokal di Indonesia. Dengan volume produksi yang tinggi, biaya per unit dapat ditekan hingga level yang lebih rendah. Contohnya, produk elektronik dari Cina, seperti ponsel pintar atau perangkat elektronik lainnya, diproduksi dalam jumlah besar sehingga biaya produksinya menjadi sangat rendah. Jika produk tersebut dijual tanpa pajak impor, harganya di pasar Indonesia bisa jauh lebih murah daripada produk lokal yang diproduksi dalam skala yang lebih kecil.
Efisiensi dalam rantai pasokan juga menjadi salah satu faktor penting. Negara-negara maju sering kali memiliki infrastruktur logistik yang sangat baik dan efisien. Mereka dapat memproduksi barang dengan lebih cepat, lebih murah, dan mengirimkannya ke seluruh dunia dalam waktu yang singkat. Sistem pengiriman yang efisien ini mengurangi biaya distribusi dan memungkinkan barang sampai ke konsumen dengan harga yang lebih rendah. Sebagai contoh, perusahaan seperti Amazon, yang berbasis di Amerika Serikat, mampu menyediakan produk dengan harga yang sangat kompetitif berkat efisiensi logistik dan jaringan distribusi global yang mereka miliki. Jika pajak impor dihilangkan, harga produk yang mereka tawarkan dapat jauh lebih murah dibandingkan produk serupa yang diproduksi di Indonesia.
Selain itu, tren globalisasi juga memainkan peran penting dalam membuat produk luar negeri lebih murah. Globalisasi memungkinkan perusahaan untuk mencari sumber bahan baku dari seluruh dunia dengan harga yang lebih murah. Sebagai contoh, banyak merek fesyen ternama seperti Zara atau H&M yang memproduksi pakaian mereka di negara-negara dengan upah rendah seperti Bangladesh atau Vietnam, meskipun perusahaan ini berbasis di Eropa. Dengan mengurangi biaya produksi melalui tenaga kerja murah, perusahaan tersebut dapat menjual produk mereka dengan harga yang kompetitif di berbagai negara, termasuk Indonesia. Jika pajak impor tidak diperhitungkan, produk tersebut bisa lebih murah daripada produk fesyen yang dibuat oleh produsen lokal.
Namun, tidak hanya skala ekonomi dan efisiensi yang berperan, tapi juga tren preferensi konsumen yang semakin mengarah pada produk luar negeri. Masyarakat Indonesia sering kali lebih memilih produk impor karena brand awareness dan reputasi merek global yang lebih kuat. Contohnya, produk kosmetik dari merek seperti L’Oréal atau SK-II sering kali dianggap memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan produk lokal, meskipun harganya lebih mahal. Jika produk tersebut tidak dikenai pajak impor, harganya bisa menjadi lebih terjangkau dan semakin menarik bagi konsumen Indonesia.
Selain itu, kebijakan perdagangan internasional juga mempengaruhi harga produk. Banyak negara maju yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan negara lain, yang memungkinkan mereka untuk mengimpor bahan baku atau komponen dengan tarif rendah atau tanpa tarif sama sekali. Misalnya, produk elektronik seperti laptop atau smartphone sering kali dirakit menggunakan komponen yang berasal dari berbagai negara. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk menekan biaya produksi dan menawarkan harga yang lebih rendah kepada konsumen, bahkan di pasar internasional. Jika Indonesia tidak memberlakukan pajak impor pada produk tersebut, harga produk elektronik dari luar negeri bisa sangat kompetitif di pasar lokal.
Dalam konteks pasar global, dampak dari produk luar negeri yang lebih murah dapat dirasakan oleh produsen lokal. Jika produk luar negeri dijual tanpa pajak impor, produsen dalam negeri akan menghadapi persaingan yang lebih ketat. Misalnya, sektor tekstil dan pakaian jadi di Indonesia telah lama bersaing dengan produk impor dari Cina dan Vietnam, yang menawarkan harga lebih rendah. Tanpa pajak impor, produk-produk impor ini bisa semakin mendominasi pasar dan menekan produsen lokal yang memiliki biaya produksi lebih tinggi. Hal ini tentu saja bisa berdampak pada pengurangan pangsa pasar bagi produk dalam negeri dan menurunkan daya saing industri lokal.
Namun, meskipun produk luar negeri bisa lebih murah tanpa pajak impor, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan terkait dampak jangka panjangnya. Salah satunya adalah potensi kerugian bagi pendapatan negara. Pajak impor merupakan salah satu sumber pendapatan penting bagi pemerintah. Dengan menghapus pajak impor, negara akan kehilangan potensi pendapatan yang bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur, layanan publik, dan berbagai kebutuhan lainnya. Selain itu, ketergantungan yang berlebihan pada produk impor juga bisa menghambat perkembangan industri dalam negeri dan menciptakan ketergantungan yang tidak sehat pada produk luar.
Di sisi lain, jika dilihat dari sudut pandang konsumen, hilangnya pajak impor pada produk luar negeri dapat memberikan manfaat besar. Konsumen akan memiliki lebih banyak pilihan dengan harga yang lebih terjangkau, dan ini bisa meningkatkan daya beli masyarakat. Hal ini terutama relevan dalam sektor-sektor seperti elektronik, mode, dan kosmetik, di mana produk-produk impor sering kali memiliki pangsa pasar yang besar di Indonesia. Contohnya, merek seperti Apple atau Samsung dapat menawarkan produk mereka dengan harga yang jauh lebih rendah jika tidak ada pajak impor, dan ini akan memberikan manfaat langsung bagi konsumen yang mencari teknologi berkualitas tinggi dengan harga lebih terjangkau.
Produk luar negeri dapat menjadi lebih murah dibandingkan dengan produk dalam negeri jika pajak impor yang tinggi tidak dimasukkan dalam harga barang. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti skala ekonomi, efisiensi rantai pasokan, tren globalisasi, dan preferensi konsumen yang lebih condong ke produk internasional. Namun, dampak dari kebijakan ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati, karena dapat memengaruhi industri lokal dan pendapatan negara. Dalam jangka panjang, kebijakan yang seimbang antara mendukung produk lokal dan memberikan akses ke produk luar negeri yang kompetitif mungkin merupakan solusi terbaik bagi perekonomian Indonesia.
Bagaimana solusinya untuk pengiriman yang mudah serta sudah termasuk biaya pajak masuk saat barang ke Indonesia?
Di Sindoshipping anda dapat melakukan pengiriman dengan biaya pengiriman sudah termasuk pajak didalamnya. Harga terjangkau dengan pengiriman dari Singapore ke seluruh indonesia
Dan mengapa harus menggunakan sindoshipping?
– Karena kami jasa pengiriman yang aman dan terpercaya
– Pengiriman ke seluruh dunia dengan harga yang kami berikan sangat kompetitif
Dan untuk pengiriman barang dari luar Singapore, biasanya akan dikenakan GST 8% untuk masuk ke Singapore sesuai dengan harga barang.
Mengapa Anda harus mengirim dengan SindoShipping dan bagaimana perusahaan kami dapat membantu Anda dan bisnis Anda dalam mengirim barang dan produk Anda ke Indonesia?
Visi perusahaan kami adalah untuk membantu perusahaan di seluruh dunia agar dapat mengekspor produk mereka ke Indonesia dengan mudah dan memperluas pasar mereka secara global, terutama di Asia Tenggara. Indonesia adalah pasar internet terdepan dan ekonomi terbesar di kawasan ini, dan kami ingin mempermudah proses impor ke negara ini. Kami juga ingin membantu jutaan orang Indonesia untuk mengakses produk dari seluruh dunia melalui sistem pengiriman yang efektif.
Dengan dokumentasi dan perantara yang tepat, kami dapat membantu pelanggan kami mengirim beberapa kategori barang yang memiliki batasan terbatas ke Indonesia tanpa masalah langsung ke alamat pelanggan. Kami memahami proses dan regulasi impor, termasuk proses perpajakan impor.
SindoShipping telah mengkhususkan diri dalam pengiriman barang elektronik, produk teknologi tinggi, kosmetik, barang mewah, mainan, suplemen dan vitamin, fashion, tas dan sepatu, serta obat tradisional ke Indonesia sejak tahun 2014. Kami menawarkan akurasi pengiriman yang tinggi dan pelacakan langsung yang tersedia selama pengiriman lintas batas sehingga pelanggan dapat merasa aman dan nyaman dengan pengiriman mereka. Hubungi kami sekarang untuk detail lebih lanjut di 6282144690546 dan kunjungi situs kami di sindoshipping.com.





